Beriman Kepada Hari Akhir

ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎللّٰهِ ﻭَاﻟْﻴَﻮْﻡِ اْلآﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴَﻘُﻞْ ﺧَﻴْﺮًا ﺃَﻭْ ﻟِﻴﺼْﻤُﺖْ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎللّٰهِ ﻭَاﻟْﻴَﻮْﻡِ اﻵْﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴُﻜْﺮِﻡْ ﺟَﺎﺭَﻩُ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎللّٰهِ ﻭَاﻟْﻴَﻮْﻡِ اﻵْﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴُﻜْﺮِﻡْ ﺿَﻴْﻔَﻪُ

 Kita sebagai umat muslim tahu bahwasannya bumi yang kita tinggali ini semakin tua usianya. Mau tidak mau, kita semua akan merasakan tibanya hari akhir atau hari kiamat. Seluruh isi di bumi ini baik itu makhluk hidup ataupun tidak maka semuanya akan dikeluarkan oleh Allah. Sebagian dari tanda-tanda hari kiamat kini mulai bermunculan. Oleh karena itu, hendaknya kita sebagai umat Muslim wajib hukumnya untuk beriman kepada Allah beserta hari akhir. 

 Hal yang dapat kita terapkan dalam beriman kepada hari akhir adalah dengan berbicara yang baik. Apapun yang kita bicarakan seharusnya mengandung unsur yang bermanfaat bagi siapapun. Jangan sampai kita berbicara hal yang tidak layak, karena hal tersebut dapat menjerumuskan kita ke dalam neraka yang jauh dari sesuatu antara timur dan barat. Bencana ataupun musibah dapat terjadi dengan sebuah ucapan yang tidak baik. Maka dari itu kita harus mengucapkan hal-hal yang baik, agar selamat dari bahaya lisan.

  Selain dengan berbicara yang baik, kita dapat menerapkan dengan cara menghormati tetangga. Caranya adalah dengan berbuat baik kepadanya, menunjukkan wajah yang ramah, berbagi makanan, serta turut andil membantu kebutuhannya. Rasulullah bersabda: “Perbaikilah cara bertetangga dengan orang yang bertetangga denganmu, maka kamu betul-betul jadi seorang Muslim.” Imam Suhaimi menjelaskan, bahwa yang dimaksud tetangga adalah orang yang ada (tinggal) pada radius empat puluh rumah.

Selain menghormati tetangga kita juga dapat menerapkan etika menghormati tamu. Maksud dari menghormati tamu adalah menyambut dan menjamu dengan baik orang yang datang padanya seperti menyambut orang yang datang dari jauh. Menghormati tamu dilakukan dengan ekspresi gembira, berbicara dengan baik, segera menghidangkan atau melayaninya. Rasulullah, Sahabat Abu Bakar, Sahabat Umar, Sahabat Usman, Sahabat Ali, dan Sahabat Umar bin Abdul Aziz selalu melayani tamu sendiri, tidak menyuruh orang lain. Menghormati tamu juga dilakukan dengan memberinya makan tiga hari sesuai dengan kemampuan. Tidak sepantasnya orang memaksakan diri dalam menyambut tamu dengan mencari apa yang saat ini tidak dimilikinya melalui hutang makanan kepada orang lain.  Dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim setiap kali akan makan, beliau berjalan sejauh satu atau dua mil terlebih dahulu untuk mencari tamu agar makan bersamanya, sehingga beliau dijuluki Abu Dhaifan (bapak tamu).

Beliau ingin sekali membuat jamuan makan untuk  Nabi Muhammad. Allah pun berkata kepadanya, “Kamu tak akan mampu melakukannya.” Lalu Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah, “Wahai Tuhanku, Engkau tahu keadaanku dan berkuasa mengabulkan permohonanku.” Allah akhirnya mengabulkan permintaannya dan memerintahkan kepada Malaikat Jibril agar memberinya segenggam kapur dari surga dan mendaki Gunung Abu Qubais. Malaikat Jibril meniupkan kapur itu ke angkasa, sehingga bertebaran di seluruh permukaan bumi. Setiap tempat yang dijatuhi kapur berubah menjadi garam yang ada di bumi itu adalah zaman Nabi Ibrahim. Demikian diterangkan oleh Imam Suhaimi dan Imam Ahmad bin Imad. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *