Biografi  Hj.Ahmad Syahid 

Abah Hj.Ahmad Syahid lahir di Gresik kota Manyer, pada tanggal 15 Februari tahun 1941. Beliau merupakan ayahanda dari Umma Ita, Ustadz Fadholi, Umma Diah, serta mertua dari pengasuh pondok pesantren Darul Faqih yakni KH.Faris Khoirul Anam.

Saat beliau masih kecil, abah syahid memiliki julukan nama, yakni Matrozi. Saat masih kecil pula, beliau sudah diasuh oleh pamannya yakni Kiai Hj.Abdul Jalal. Abah syahid diasuh oleh pamannya dikarenakan saat masih kelas tiga sekolah dasar (SD), beliau sudah menjadi seorang yatim piatu. Dalam keadaan masih dijenjang sekolah Dasar (SD), Matrozi sudah berjualan kacang rentengan di jembatan Bengawan Solo. Di tempat tersebutlah, beliau berjualan dan menawarkan dagangan tersebut kepada mobil-mobil yang masih mengantri, untuk melewati jembatan Bengawan Solo. Dengan keadaan yang masih diasuh oleh pamannya,s eorang Matrozi kecil dibawa ke daerah Malang, yakni di Celaket. Beliau dibawa ke Celaket setelah orang tua beliau meninggal dunia. Dengan keaadan perekonomian paman beliau yang memperihatinkan, Matrozi kecil pun semakin bersemangat dalam membantu untuk berdagang. Matrozi juga termasuk orang yang sangat gigih dalam berdagang apapun. Senyatanya pula, Matrozi juga ahli dalam urusan perdagangan. 

Dahulu kala saat masih berdagang, beliau menggunakan jual beli dengan uang sen, bukan dalam bentuk uang rupiah. Pendapatan paling tinggi dahulu sebesar lima sen. Perolehan tersebut mampu untuk menghidupi paman beliau beserta adik semata wayangnya. Adapun adik beliau bernama Sa’dun Anwar. Setelah melewati masa-masa dahulu, kini seorang Matrozi kecil beranjak tumbuh dewasa. Beliau menjadi seorang pedagang yang berhasil, sukses, serta pintar. Beliau bisa menjadi pedagang yang sukses lantaran, saat beliau masih di jenjang sekolah dasar (SD), nilai raport beliau selalu mendapatkan nilai 10 dan paling rendah adalah 9.Kini Matrozi kecil sudah dewasa. Sekarang Matrozi kecil telah menjadi Hj.Ahmad Syahid. Beliau memiliki istri bernama Hj.Laila.Tetapi setelah beliau pergi untuk berhaji, nama beliau kini berubah menjadi Hj.Lathifah. Adapun istri beliau ini sangatlah lemah lembut, seperti nama beliau sekarang. Beliau sama sekali tidak pernah marah kepada anak-anak nya.

Setelah sukses dengan perdagangan, Hj. Achmad Syahid sekarang sudah memiliki toko sendiri. Bahkan beliau bisa membeli tanah, rumah, dan lain sebagainya. Kini rumah beliau sekarang ditempati oleh mertua dan paman Ustadz Fadholi. Dengan segala pencapaian Hj. Achmad Syahid sekarang, kini beliau memiliki niat untuk menghajikan sang paman.Yakni Kiai Hj.Abdul Jalal. Karena beliau lah, sang Matrozi kecil bisa menjadi seperti sekarang dan ingin membalas jasa beliau. Namun setelah sang paman beliau ditawari untuk berhaji, pamannya menolak tawaran tersebut. Lantaran tawaran tersebut gratis. Sang paman mengatakan, bahwasannya “syarat haji itu bila mampu”. Jadi apabila tidak mampu, maka tidak wajib untuk dilaksanakan.Tetapi pada akhirnya, sang paman menawarkan untuk membeli warisan dari sang nenek. Warisan tersebut berupa tanah yang luas, namun kering dan sangat tandus. Kemudian dibelilah oleh Matrozi tanah tersebut, agar pamannya bisa berangkat haji ke Baitullah.

Tanah yang sudah dibeli oleh Abah Syahid kini berada di Gresik,kota Manyer. Tetapi beliau kebingungan untuk mengelola tanah tersebut. Jika ingin dibuat tambang tidak bisa, dibuat untuk sawah malah rusak. Adapun tanah di sana dengan di sini berbeda. Kalau di Gresik tanahnya bila terkena panas akan pecah-pecah. Oleh sebab itulah, Abah Syahid bingung mau dibuat apa tanah tersebut. Kalaupun apabila diberikan kepada orang sekitar, juga tidak ada yang mau. Sehingga, tanah tersebut dibiarkan lama oleh Abah Syahid. 

Sampai pada akhirnya, beliau memutuskan untuk memberikan tanah tersebut, kepada orang yang mau membangun pesantren di daerah tersebut. Akhirnya, tanah tersebut diberikan kepada Kiai Haji Ahmad Husnan. Adapun Setelah diberikan, kemudian dibangunlah bagunan pertama yakni musholla, kamar kecil-kecil, beserta tempat kamar mandi dan sumur. Dahulu luas tanah yang diberikan atau diwakafkan sepanjang 7.250 meter persegi. Perlu diketahui juga, bahwa tanah yang diwakafkan oleh Abah Syahid itu tidak mengatas namakan beliau. Jadi tanah tersebut atas nama ahli waris yakni Paman beliau.

Kini pondok tersebut menjadi berkembang,serta luas.Kira kira luas pondok tersebut sekitar tiga sampai empat hektar.Kini jumlah santri di sana mencapai 1.300.Nama pondok tersebut ialah Ushulul Hikmah Al-Ibrohimi.Perlu diketahui pula bahwa nama belakang pondok tersebut merupakan nama abah dari Nyai Sehah.Jadi beliau merupakan buyutnya Abah Syahid.Pondok pesantren Ushulul Hikmah Al-Ibrohimi memiliki lembaga pendidikan yakni: sekolah dasar (SD),madrasah tsanawiyah(MTS),madrasah aliyah(MA),serta memiliki sekolah tinggi.Jikalau ingin mengelilingi pondok Ushulul Hikmah Al-Ibrohimi harus menggunakan sepeda atau mobil.Karena pondok tersebut sangat luas.Apabila ingin mengelilingi gedung pondok tersebut antara putra dan putri dibedakan.Jadi tidak gabung gedung antara putra dan putri.

Almarhum Mbah Ibrohimi kini dimakamkan di dekat pondok tersebut.Mbah Ibrohimi dulu tidak mau disahkan sebagai seorang wali.Beliau bisa dikatakan seorang wali karena bisa mengetahui rumahnya akan kemalingan atau akan datang seorang maling ke rumah beliau saat di malam hari tiba.Lebih hebatnya lagi beliau bisa mengetahui posisi maling tersebut saat akan ke rumah.Mbah Ibrohimi juga mengatakan bahwa “maling ini kasian saat cari pekerjaan untuk membantu orang menurunkan kelapa orang tersebut tidak mau dibantu,saat akan membantu bapak atau ibu membersihkan pari juga ditolak”.Pada intinya maling ini saat mencari pekerjaan tidak pernah dapat.Oleh karena itu sang maling memutuskan untuk mencuri agar anak beserta istrinya bisa makan.Ketika jam sepuluh tepat maling tersebut datang ke rumah Mbah Ibrohimi.Keadaan rumah beliau saat itu tidak dikunci.Hal tersebut dilakukan secara sengaja agar sang maling dapat masuk ke rumah beliau.Tetapi setelah sang maling sudah mencuri beras,maling tersebut kemudian dibacakan wirid oleh Mbah Ibrohimi.Wirid yang dibacakan oleh beliau dapat membuat maling tersebut terasa seakan-akan ada banjir di sekitarnya.Tetapi banjir tersebut hanya dapat dirasakan oleh maling itu sendiri.

Namun maling tersebut didatangi oleh Mbah Ibrohimi.Saat didatangi sang maling kemudian ditutup matanya.Hal tersebut dilakukan agar wirid yang membuat maling tersebut merasa terdapat banjir di sekitarnya menghilang.Setelah itu sang maling ditawari makan oleh Mbah Ibrohimi.Maling tersebut sudah tidak makan selama tiga hari.Sang maling makan dengan luar biasa dan oleh Mbah Ibrohimi dipersilahkan untuk dihabiskan makanan-makanan tersebut.Ternyata makanan tersebut belum habis semua.Akhirnya oleh Mbah Ibrohimi disuruh untuk membungkus semua makanan tersebut,agar dapat dibawa pulang dan dimakan bersama oleh istri serta anaknya.Kemudian sang maling diajak berbincang bersama dengan Mbah Ibrohimi.Setelah selesai berbincang sang maling diberi uang lima sen oleh Mbah Ibrohimi.Lima sen itu sekitar lima puluh ribu di zaman sekarang.Uang tersebut diamanahkan untuk membenahi rumah sang maling.Mbah ibrohimi memberi uang kepada maling tersebut karena,beliau mengetahui bahwa sang rumah maling tersebut bocor,pintu belakang rumah tidak ada,dan lain sebagainya.Beliau mengetahui semua tentang maling tersebut.

Maling tersebut juga dipesani oleh Mbah Ibrohimi.Yakni apabila uang tersebut masih sisa dibuat untuk berdagang saja,nanti jika ada untung dibuat untuk keluarga.Akhirnya Sang Maling ini pulang dengan hati gembira.Anak beserta istrinya pun juga ikut senang.Ternyata sang maling ini kemudian menjadi saudagar pasar yang kaya.Sebelum akhir hayatnya Mbah Ibrohimi sudah meninggal terlebih dahulu.Tetapi terdapat keluarganya yang pergi ke Mbah Ibrohimi.Akhirnya sang keluarga saling bercerita satu sama lain tentang dahulu Mbah Ibrohimi bersama Sang Maling.

Ada pula kehebatan yang dimiliki oleh Mbah Ibrohimi.Saat beliau akan ikut mengaji ke Mbah Kiai Kholil Bangkalan Mbah Ibrohimi terlambat.Karena jarak antara Gresik ke Madura jauh.Akhirnya beliau ke sana menggunakan kapal dayung.Tetapai apabila hanya didayung akan lama untuk bisa sampai ke sana.Akhirnya Mbah Ibrohimi berdoa kepada Allah dan hebatnya,ternyata datang sebuah buaya.Hewan tersebut pun mengantarkan beliau hingga sampai Madura.Perlu diketahui pula Mbah Ibrohimi masih memiliki garis keturunan dengan Joko Tingkir.Walaupun beliau masih ada garis keturunan dengan seorang wali beliau tetap tidak mau dipanggil seorang wali.Mbah Ibrohimi ini juga tidak suka makan ikan lele.Beliau seperti itu karena ikan lele tersebut dahulu pernah menolong Mbah Ibrohimi.Hal tersebut terjadi karena saat beliau mengaji dan dalam keaadan banjir Mbah Ibrohimi ini ditolong oleh ikan lele tersebut.Ikan tersebut bagaikan perahu.Dahulu lele tersebut bukan berwarna hitam.Melainkan berwarna putih.

Dahulu kala Abah Syahid merupakan santri Kiai Bashori Alwi Murtadlo.Beliau sangat cinta kepada guru beliau.Hal ini sudah dibuktikan oleh beliau melalui pencarian sanad hingga pada Rasullullah SAW juga para sahabat,sampai ke bawah yakni Kiai Bashori Alwi.Pada akhirnya sanad tersebut didapatkan oleh Abah Syahid.Tetapi dahulu beliau belum bisa mendapatkannya.Apabila ingin sanad,Abah Syahid harus menjadi santri dan mengaji setiap hari kepada Kiai Bashori Alwi.Beliau saat itu sudah menginjak pada umur kisaran enam puluh atau tujuh puluh tahun. Akhirnya beliau menjadi santri Kiai Bashori Alwi. Beliau selalu berangkat setiap hari,dari Kauman menuju Singosari. Abah Syahid mengaji ke Kiai Bashori Alwi pada hari senin hingga jumat. Tetapi terkadang pada hari jumat. Beliau mengaji bersama Kiai Bashori Alwi dengan metode talaqqi atau talqin. Metode ini dilakukan dengan cara guru membaca lalu murid menirukan. Beliau menggunakan metode talaqqi sebanyak tiga puluh juz. Faktanya pula,Abah Syahid merupakan murid paling sepuh dari yang lainnya. Hal tersebut dilakukan,karena cintanya beliau terhadap Kiai Bashori Alwi. Abah Syahid pula diberi surban oleh Kiai Bashori Alwi. Beliau pernah berpesan dari awal stroke hingga stroke ke empat yakni “jika saya nanti meninggal tolong bawa surban ini bersama jenazahku nanti”. Abah Syahid berkata seperti itu karena,beliau ingin bersama Kiai Bashori Alwi kelak di akhirat nanti. 

Abah Syahid juga termasuk sebagai seorang guru. Beliau menjadi seorang pengajar ngaji di sebuah Taman Pendidikan Quran (TPQ). Tempat tersebut berada di daerah Kauman. Nama Taman Pendidikan Quran (TPQ) tersebut yakni Al-Furqon. Sejarahnya pengasuh pondok pesantren Darul Faqih yakni Abina Faris Khoirul Anam,pernah menjadi kepala madrasah diniyah (madin). Pengajar di sana ada tiga orang yakni Abah Syahid,Abina Faris,dan Ustadz Fadholi. Mulai dari terkena stroke pertama lalu sembuh kembali,Beliau masih tetap bersemangat untuk mengajar ngaji. Abah Syahid tetap melakukan hal tersebut sampai pada akhirnya berjalan ke stroke stadium empat. Waktu itu Kiai Bashori Alwi masih ada dan Abah Syahid masih ingin tashih kepada guru beliau. Akhirnya Abah Syahid terus terang kepada Kiai Bashori Alwi yakni “Kiai saya masih ingin mengajar al-quran saya ingin ditashih ingin didengarkan bacaan al-fatihah saya kalau masih layak mengajar tolong bilang jika tidak boleh maka saya berhenti”. Akhirnya ditashih oleh Kiai Bashori Alwi di ruangan khutbah Masjid Jami’ Malang. Bacaan al-fatihah Abah Syahid pun didengarkan oleh Kiai Bashori hingga selesai. Setelah itu oleh Kiai Bashori berkata kepada Abah “Sampean masih bisa untuk mengajar al-quran”. Mendengar hal tersebut Abah Syahid merasa senang,karena dengan kondisi terkena stroke stadium empat dan ketika membaca al-quran pun harus memaksakan diri beliau masih bisa untuk mengajar al-quran. 

Abah Syahid mengajar al-quran setiap hari Ahad (Minggu) setelah pengajian ahad pagi di Masjid Jami’ Malang. Beliau mengajar para duafa’ dengan suara berat secara istiqomah. Bahkan apabila Beliau tiba-tiba ngedrop,Abah Syahid tidak ingin digantikan untuk mengajar ngaji. Pernah saat itu Ustadz fadholi ingin menggantikan untuk mengajar,tetapi Beliau tidak mau. Sampai pada akhirnya oleh istri Abah Syahid yakni Ummi Lathifah ditutur yakni “sampean istirahat saja abah nanti biar digantikan sama Fadholi”. Tetapi Abah Syahid tidak menjawab “ya” melainkan “keenakan Fadholi aku dapat ganjaran apa”. Beliau yang sudah di umur delapan puluhan masih ingin beramal dengan luar biasa. Abah Syahid juga berkata bahwasanya “aku harus enak,harus ngajar”. Beliau tidak pernah lelah untuk yang namanya mengajar al-quran. Abah Syahid juga bertutur kata bahwasannya “orang yang pintar dalam membaca quran orang akan beranggapan bahwa orang ini pintar mengaji”. Oleh karena itu beliau tidak ada hentinya dalam mengajar al-quran. 

Tak heran pula apabila Abah Syahid termasuk dalam sebuah hadist yang menerangkan tentang shodaqoh ilmu. Pertama adalah shodaqotin jariyatin. Abah Syahid sudah termasuk dalam kategori tersebut karena beliau telah mewakafkan tanah. Tidak hanya itu saja istri beliau juga ikut menjual perhiasan. Kedua adalah ilmu yang manfaat. Abah Syahid sengaja memilih mengajar al-quran karena dapat membagikan sebuah manfaat ilmu al-quran bagi siapapun seperti anak anak kecil sampai Ustadz Fadholi hingga saudara-saudara beliau ikut merasakan juga. Ketiga ialah putra putri yang sholehah. Beliau juga memiliki anak serta cucu yang sholih sholihah. 

Sebelum beliau meninggal, Abah Syahid pernah menjabat sebagai bendahara di masjid jami’ kota malang. Berkat beliau juga imam-imam yang ada di masjid jami’ memiliki bacaan serta tajwid dengan kualitas bagus. Semua imam-imam tersebut adalah pilihan dari beliau. Semuanya berasal dari alumni Pondok Pesantren Ilmu Al-Quran (PIQ) Singosari yang diasuh oleh KH.Bashori Alwi Murtadlo. 

Namun siapa sangka beliau ternyata telah dipanggil oleh sang Maha Kuasa untuk kembali kepada Nya. Semoga amal ibadah beliau yang telah dilakukan dunia dapat diterima disisi Allah dan ilmu yang beliau sampaikan saat masih hidup dapat bermanfaat bagi para masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *