BIOGRAFI IMAM AL-BUKHARI

Beliau bernama lengkap Abu Abdillah Muhammad ibn Isma`il ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah al-Ja`fiy al-Bukhari,  atau lebih dikenal dengan Imam al-Bukhari. Lahir pada hari jum’at  pada tanggal 13 syawal 194 H (21 juli 810) di Bukhara, lalu Wafat pada malam selasa di Khartank 1 syawal 256 H (1 september 870), dalam usia 62 tahun kurang 13 hari dan tidak meninggalkan seorang anak pun. Sejak dulu hingga sekarang , Imam al-Bukhari adalah seorang ahli hadits termasyhur di antara para imam yang lain, bersama Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah. 

Ayah Imam al-Bukhari wafat ketika beliau masih kecil dan meninggalkan harta yang cukup untuk hidup baik dan terhormat, sehingga beliau dibina dan dididik oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian. Imam Bukhari mulai menuntut ilmu sejak berusia dini dan berusia 10 tahun beliau telah menghafal beberapa karya ulama hadits. Imam al-Bukhari telah menuntut ilmu kepada ahli hadis yang populer pada masa itu di berbagai negara, diantaranya di Hijaz, Syam, Mesir, dan Irak. 

BUTA WAKTU KECIL

Tidak berselang lama ayah beliau wafat ketika Imam al-Bukhari masih kanak-kanak, Sebuah perpustakaan pribadi ditinggalkannya untuk Muhammad kecil (Imam Bukhari), agar semangat mengaji hadits.

Dalam keadaan yatim, Imam Bukhari kemudian diasuh oleh ibundanya dengan penuh kasih sayang. Dibimbingnya untuk mencintai buku-buku peninggalan ayahnya. Bersama-sama kawan sebayanya Imam Bukhari belajar menulis, membaca al-Quran dan Hadits.

Muhammad bin Ismail ini ketika kecil mengalami rasa sakit yang teramat di kedua matanya, hingga akhirnya mengalami kebutaan (Adz-Dzahabi: Siyar A’lam an-Nubala’, 1405 H).

Keadaan tersebut terus menerus beliau alami hingga suatu ketika Allah Swt mengembalikan penglihatannya berkat usaha dan doa yang ditekuni oleh ibunya. Allah Swt benar-benar memberikan kesembuhan kepada Imam Bukhari.

Suatu malam, ibunda Imam al-Bukhari tertidur, lalu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim As. Dalam mimpinya Nabi Ibrahim berkata, “Wahai perempuan, sungguh Allah Swt. telah mengembalikan penglihatan putramu, karena banyaknya tangismu, atau banyaknya doa yang kamu panjatkan (Adz-Dzahabi: 1405 H).

MULAI BELAJAR HADITS

Imam al-Bukhari mulai belajar hadits ketika masih muda di usia 10 Tahun, bahkan masih kurang dari 10 tahun. Ketika beliau berusia 10 tahun inilah, Imam as-Syafi’i di Mesir itu meninggal, tepatnya pada tahun 204 H. Maka praktis Bukhari tak pernah bertemu dengan Imam as-Syafi’i. Muhammad bin Ismail berkata: Saya mendapatkan ilham untuk mudah menghafal hadits , saat itu saat masih di Kuttab (tempat belajar baca tulis), saat usia 10 tahun atau kurang.

PERJALANAN YANG DITEMPUH

Pada usia 16 tahun, Imam al-Bukhari pergi ke Mekkah bersama kakak dan ibunya untuk menunaikan ibadah haji. lalu setelah selesai beliau tidak ikut pulang ke kampung halamannya bersama ibu dan kakaknya, beliau tetap tinggal di Mekkah untuk menuntut ilmu. Disinilah Imam al-Bukhari  mendalami hadits dari tokoh-tokoh ahli hadits seperti Al-Walid, Al-Azraqi, Ismail bin Salim, Al-Saiqh, dan lain-lain.

Imam al-Bukhari  mulai menulis kitab  Qadlaya Al-Shahabah wa Al-Tabi’in pada usia 18 tahun. Pada usia inilah,  beliau mulai hijrah ke Madinah untuk memperdalam hadist-hadits dari para ulama besar disana. Salah satu kitab yang oleh Abu Abdullah Muhammad di Madinah ialah kitab At-Tarikh Al-Kabir. Abu Abdullah Muhammad menulis biografi lebih dari 1.000 an ulama dalam buku At-Tarikh tersebut, Abu Abdullah Muhammad selalu shalat 2 rakaat setiap selesai menulis biografi ulama.

Beberapa kota yang Beliau datangi untuk menimba ilmu ataupun untuk bertemu dengan guru-gurunya antara lain yakni Makkah, Madinah, Syam, Baghdad, Wasit, Basrah, Bukhara, Kufah, Mesir, Harah, Naisapur, Qarasibah, Asqalan, Himsh, dan Khurasan.

Sewaktu Abu Abdullah Muhammad menuntut ilmu, beliau sering dijadikan olok-olok oleh teman – temannya karena tidak pernah mencatat, beliau hanya mendengarkan dan sesekali bertanya oleh gurunya, akan tetapi Abu Abdullah Muhammad selalu sabar dan tidak pernah murka, hingga suatu kali ada teman Abu Abdullah Muhammad yang sudah kelewatan, barulah mereka tercengang dengan kehebatan ingatan dari Abu Abdullah Muhammad tersebut.

Imam al-Bukhari diakui memiliki daya ingat yang sangat tinggi, beliau  tidak pernah mencatat apapun yang gurunya sampaikan, akan tetapi Abu Abdullah Muhammad dapat menghafal 15.000 hadist diluar kepalanya dengan lengkap, serta apa saja keterangan yang gurunya sampaikan.

Imam al-Bukhari  pernah berkata “Saya tidak akan meriwayatkan hadits yang aku terima dari sahabat dan Tabi’in, sebelum mengetahui tanggal lahirnya, hari wafatnya dan tempat tinggalnya. Aku juga tidak akan meriwayatkan hadits mauquf dari sahabat dan Tabi’in kecuali ada dasarnya yang aku ketahui dari kitabullah dan sunnah Rasulullah”.

Al-Allamah Al-Aini Al-Hanafi berkata, “Imam Al-Bukhari adalah seorang Hafizh, cerdas, cerdik dan cermat, ia memiliki kemampuan mengingatnya, sudah masyhur dan disaksikan para ulama yang tsiqah”.

Sebagai pendidik kita wajib memberikan pengetahuan terhadap anak didik kita tentang biografi – biografi beberapa penulis hadits, banyak sekali hal yang bisa ditiru, ataupun menjadi motivasi bagi anak didik untuk mencontohnya.

KARYA-KARYA IMAM AL-BUKHARI

  • Al-Jami’ ash-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari
  • Al-Adab al-Mufrad
  • Adh-Dhu’afa ash-Shaghir
  • At-Tarikh ash-Shaghir
  • At-Tarikh al-Ausath
  • At-Tarikh al-Kabir
  • At-Tafsir al-Kabir
  • Al-Musnad al-Kabir
  • Kazaya Shahabah wa Tabi’in
  • Kitab al-Ilal
  • Raf’ul Yadain fi ash-Shalah
  • Birr al-Walidain
  • Kitab ad-Du’afa
  • Asami ash-Shahabah
  • Al-Hibah
  • Khalq Af’al al-Ibad
  • Al-Kuno
  • Al-Qira’ah Khalf al-Imam

WAFATNYA IMAM AL-BUKHARI

Beliau  sangat sungguh-sungguh dalam mengamalkan ilmunya. Dikatakan al-Firabri, “Imam Bukhari menerangkan kepadaku, ‘Setiap kali menulis satu hadis dalam kitab Shahih ini, aku berwudhu terlebih dahulu dan shalat dua rakaat.’”.

kepergian beliau meninggalkan duka amat mendalam bagi para pengikut serta Muslimin pada umumnya. Abdul Quddus bin Abdul Jabbar as-Samarqandi mengisahkan hari-hari terakhir Imam Bukhari.

Suatu ketika penghafal ratusan ribu hadits itu mengunjungi Khartank, yakni sebuah desa sekitar Samarkand. Sebab ia memiliki sejumlah sanak famili di sana dan menumpang di rumah mereka.

Suatu malam, terdengarlah suara munajatnya dari dalam kamar, usai waktu shalat malam. 

“Ya Allah, sesungguhnya bumi ini telah terasa sempit bagiku, padahal sebelumnya luas. Cabutlah nyawaku,” demikian doa Imam Bukhari.

Tak sampai waktu satu bulan, tutur Abdul Quddus, sang imam pun meninggal dunia. Jenazahnya dikebumikan di desa yang sama.

Kisah berikutnya menunjukkan karamah ulama tersebut, sebagaimana diriwayatkan dari kitab Siyar A’lam an-Nubala’ karya adz-Dzahabi. Sebelum ajal menjemputnya, Imam al-Bukhari telah berwasiat kepada keluarganya, “Kafani aku dalam tiga helai kain putih. Tidak ada gamis dan imamah (sorban).”

Maka, keluarga serta murid-muridnya melaksanakan pesan itu dengan baik. Hingga kemudian, Imam Bukhari meninggal dunia.

Ketika hendak dimakamkan, dari jenazah Imam al-Bukhari keluar wangi yang harum semerbak, wanginya melebihi minyak kasturi. Keadaan itu terus bertahan bahkan sesudah tiga hari lamanya jasad sang alim dikebumikan.

Fenomena itu lantas menjadi perhatian sendiri bagi orang ramai. Tak sedikit yang mendatangi kuburan Imam Bukhari untuk mencium harum tersebut. Beberapa orang bahkan mengambil segenggam tanah dari kuburannya. Pihak keluarga nyaris saja tak mampu membendung keramaian. Oleh karena itu, di sekitar makam Imam Bukhari lantas dilingkari pagar. Dengan begitu, orang-orang tak lagi bisa mendekatinya.

Harum semerbak dari makam Imam al-Bukhari terus menjadi perbincangan warga. Banyak yang menganggapnya sebagai tanda-tanda bahwa Allah SWT telah meridhai amal perbuatannya selama di dunia. Ada pula yang bersyukur karena selama hidupnya pernah berguru pada Imam al-Bukhari. Sebagian mendekati makam sang imam dengan perasaan menyesal karena perbuatan mereka dahulu yang telah mencelanya dalam masalah mazhab.

Dalam usia 62 tahun kurang 13 hari, Imam al-Bukhari berpulang ke rahmatullah pada malam Sabtu atau malam Idul Fitri ketika shalat Isya. Beliau dimakamkan pada hari Idul Fitri, usai shalat dhuhur pada tahun 256 H. Lautan manusia menshalatkan jenazah beliau serta mengiringi pemakamannya.

Kebesaran dan keilmuan Imam al-Bukhari tak lekang oleh zaman. Selain Jami’as as-Sahih, beliau juga menulis kitab-kitab lain, seperti Tarikh as-Sagir, Asami as-Sahabah, Al-Kuna, dan Al-‘Illal. Seluruhnya membahas tentang masalah hadits.

Bagi beliau, ilmu dan amal yang dilakukannya selama di dunia hanyalah demi mengharapkan ridha Ilahi. “Aku susun kitab Shahih ini selama 16 tahun lamanya. Aku jadikan ia sebagai hujjah antara diriku dan Allah SWT,” pesan Imam Bukhari.

Demikian mengenai biografi Imam al-Bukhari, semoga kita semua dapat mengamalkan pesan-pesan beliau dengan baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *