Situs resmi United States Geological Survey melaporkan fakta, sekitar lima hingga sepuluh tahun belakangan, frekuensi gempa meningkat secara signifikan. Pertanda Imam Mahdi akan segera muncul?
Sejumlah wilayah di Indonesia telah berulang kali dilanda gempa bumi. Dalam rentang waktu yang singkat gempa mengguncang Tasikmalaya, Padang, Jambi, Sukabumi, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Toli-Toli, Sulawesi Tengah, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Bengkulu.
Potensi gempa di Indonesia memang terbilang besar, hal ini disebabkan lokasi Indonesia yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pasifik, dan Pilipina.
Lalu apa hubungan gempa-gempa itu dengan kemunculan Imam Mahdi? Menurut seorang muballigh muda, Ustadz Muhammad Ihsan Tanjung (48), dalam sebuah hadits Nabi Muhammad memprediksi adanya dua fenomena yang menjadi pra-kondisi menjelang diutusnya Imam Mahdi ke tengah ummat.
Pertama, gejala sosial berupa perselisihan antar-manusia dan kedua, gejala alam berupa gempa-gempa yang berdatangan silih-berganti.
Hadits yang dia maksud berbunyi:
أُبَشِّرُكُمْ بِالْمَهْدِيِّ يُبْعَثُ فِي أُمَّتِي عَلَى اخْتِلَافٍ مِنْ النَّاسِ وَزَلَازِلَ فَيَمْلَأُ الْأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا
“Aku kabarkan berita gembira mengenai Al-Mahdi yang diutus Allah ke tengah ummatku ketika banyak terjadi perselisihan antar-manusia dan gempa-gempa. Maka ia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kesewenang-wenangan dan kezaliman.” (HR Ahmad)
Kemunculan Imam Mahdi di akhir zaman ini telah menjadi perbedaan pendapat di antara ulama. Beberapa ulama memungkiri kemunculan sang imam. Ibnu Khaldun men-dha’if-kan hadits-hadits yang menjelaskan tentang Imam Mahdi. Bahkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim tidak ada penjelasan yang secara jelas menyebut kata al-Mahdi, meski ada beberapa teks hadits, yang kemudian ditafsiri oleh para ulama bahwa yang dimaksud Nabi dalam hadits tersebut adalah Imam Mahdi.
Ihsan Tanjung pun memahami pendapat yang kontra tentang Imam Mahdi ini. Bahkan di tingkat ulama dan masyarakat pun perbedaan tersebut terjadi. “Tidak banyak ulama atau ustadz yang concern bicara tentang tema akhir zaman,” jelasnya.
Bahkan ia kerap mendengar dari masyarakat, yang mengungkapkan ketidaksukaannya kepada muballigh yang bicara tentang akhir zaman, surga, dan neraka.“Masyarakat kita menganggap kehidupan akhir zaman sebagai hal yang tidak penting,” ujarnya. “Namun masyarakat harus terus diingatkan,” tambah pria yang dilahirkan di Kualalumpur, Malaysia, 24 Agustus 1961 ini.
Sedangkan dalam pandangan mantan Syaikh al-Azhar, Abdul Halim Mahmud, penjelasan tentang Imam Mahdi terdapat dalam beberapa teks hadits. Bahkan, hadits-hadits yang menginformasikan akan datangnya Imam Mahdi sangatlah banyak sehingga mencapai tingkatan hadits yang disebut mutawatir, yakni hadits shahih (valid) yang diriwayatkan oleh suatu jamaah (sekelompok orang) yang tsiqah (terpercaya, wara, lagi berkepribadian tinggi). Dengan demikian, informasi tentang Imam Mahdi adalah informasi yang dari segi keyakinan merupakan informasi yang meyakinkan. Yakin dalam hal ini berarti pasti terjadi.
Asy-Syaikh al-Muhdits Abdullah Shiddiq al-Ghimari, seorang ulama dari Maroko menyimpulkan, “Hadits tentang al-Mahdi mutawatir, karena telah diriwayatkan oleh 30 sahabat dengan sanad dan jalur yang bermacam-macam, diriwayatkan dalam kitab-kitab sunnah yang shahih, kitab-kitab al-Sunan, al-Jami’, al-Mushannaf, dan lainnya.” Hukum kemutawatiran ini ditegaskan oleh beberapa ulama, di antaranya al-Sijzi, al-Qurthubi, Ibnu Hajar, dan al-Sakhawi.
Jika orang mendengar istilah Imam Mahdi, yang terbayang di dalam benak adalah kepeminpinan yang adil dan kejayaan agama. Imej yang kuat tersebut beranjak dari informasi yang bersumber dari hadits tentang kedatangan Imam Mahdi dan kejayaan Islam di penghujung zaman ini, zaman menjelang datangnya detik-detik yang mendebarkan, yaitu suatu zaman yang penuh dengan kejadian-kejadian besar, yang dengannya kemudian mengantarkan kepada suatu kejadian yang maha dahsyat, yaitu kiamat: kiamat akbar.
Seperti dirilis Manshur Abdul Hakim dalam Nihayat al-‘Alam wa Asyrathu al-Sa’ah, Imam Mahdi adalah orang yang dikabargembirkan oleh Nabi Muhammad shallallhu ‘alaihi wa sallam, bahwa ia akan muncul di akhir zaman, memperjuangkan agama Islam, mewujudkan keadilan dan diikuti oleh kaum muslimin, memimpin wilayah-wilayah Islam, berasal dari keluarga Nabi, serta akan muncul di masanya, Nabi Isa ‘alaihissalam dan Dajjal.
Imam Mahdi memiliki nama yang mirip dengan nama Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan nama ayahnya mirip nama ayah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam. Kurang lebih ia bernama Muhammad bin Abdullah.
Nabi bersabda (yang artinya): “Andaikan dunia tinggal sehari sungguh Allah ta’aala akan panjangkan hari tersebut sehingga diutus padanya seorang lelaki dari ahli baitku namanya serupa namaku dan nama ayahnya serupa nama ayahku. Ia akan penuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman dan penganiayaan.”(HR Abu Dawud 9435)
Dalam penilaian Ihsan Tanjung yang sering membahas kejadian-kejadian akhir zaman itu, dunia dewasa ini sudah diwarnai oleh kedua fenomena di atas secara signifikan. “Perselisihan antar-manusia sudah luar biasa. Perselisihan antar-kelompokpun sudah luar biasa. Bahkan antar sesama muslim dan antar sesama organisasi Islam,” jelasnya.
“Demikian pula dengan gempa. Sudah sangat sering kita mendengar adanya kejadian gempa dari waktu ke waktu. Silakan buka situs www.USGS.com, yaitu situs resmi United States Geological Survey sejenis BMG-nya Amerika Serikat. Dalam situs tersebut dibeberkan updating gempa yang terjadi di negeri manapun lengkap dengan koordinat dan skala richter-nya. Dan jika kita melihat situs tersebut kita akan tercengang mendapati bahwa beberapa tahun belakangan ini terjadi peningkatan frekuensi gempa yang signifikan,” tambahnya.
Menurut ustadz yang tinggal di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat bersama istri dan sembilan anaknya ini, ummat Islam harus bersiap siaga mengantisipasi kemunculan Imam Mahdi. “Bila Al-Mahdi telah muncul setiap muslim diwajibkan untuk segera ber-baiat kepadanya. Bagaimanapun situasinya,” tegasnya.
Namun Guru Besar Ilmu Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. KH. Ali Aziz mengingatkan, informasi tentang kemunculan Imam Mahdi tersebut, jangan sampai menjadikan masyarakat terbawa arus yang diusung oleh Syi’ah. Karena konsep Imam Mahdi antara Syi’ah dan Sunnah sangat berbeda. Menurut da’i yang sering berdakwah ke luar negeri ini, di Iran ada wilayah daratan tertentu yang orang selalu datang ke sumur di situ, karena Imam Mahdi akan muncul dari situ.
Dalam hadits shahih dari Tsauban dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, memang dijelaskan bahwa Imam Mahdi muncul dari arah Timur. Namun klaim Rafidhah bahwa ia akan muncul dari Samarra, tidak berdalil sama sekali, baik dari al-Qur’an, al-Sunnah, maupun akal sehat.
Dalam pandangan Syi’ah Rafidhah, Imam Mahdi itu adalah Imam ke-12 mereka, yakni Abu Qasim Muhammad bin Hasan al-Askari. Ia dilahirkan pada pertengahan Sya’ban tahun 255 H. Dalam keyakinan mereka, ia menghilang sejak ratusan tahun lalu dan suatu saat akan muncul kembali.
Sedangkan Imam Mahdi menurut Ahlussunnah, adalah seorang lelaki bernama Muhammad bin Abdillah, dari keturunan Sayyidah Fathimah radhiyallahu ‘anha. Ia akan dibaiat pada akhir zaman antara rukun dan maqam di Ka’bah, ketika dunia telah dipenuhi kedzaliman dan kejahatan.
Perbedaan antara Syi’ah dan Sunnah dalam memahami Imam Mahdi ini ternyata akan memunculkan masalah di belakang nanti. Karena kaum Syi’ah memiliki keyakinan, bahwa setiap orang yang dibaiat sebagai Mahdi, namun bukan seperti skenario mereka (yakni pria yang menghilang dan suatu saat akan muncul dari Samarra), maka pria itu akan dinilai sebagai pembohong, meski ia adalah Imam Mahdi yang sebenarnya.
Sebagian ulama kemudian menjadikan hal ini sebagai alasan, kenapa Imam Mahdi setelah memerangi semenanjung Arab, kemudian memerangi Persia atau Iran. Dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah hadits berbunyi:
تَغْزُونَ جَزِيرَةَ الْعَرَبِ، فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ، ثُمَّ فَارِسَ، فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ، ثُمَّ تَغْزُونَ الرُّومَ، فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ، ثُمَّ تَغْزُونَ الدَّجَّالَ، فَيَفْتَحُهُ اللَّهُ
“Kemudian kalian akan memerangi semenanjung Arab, lalu Allah akan menaklukkannya. Kemudian (kalian akan memerangi) Persia, lalu Allah akan menaklukkannya. Kemudian kalian akan memerangi Rum, lalu Allah akan menaklukkannya. Kemudian kalian akan memerangi Dajjal, lalu Allah akan menaklukkannya.”
Dus, hari kiamat dan hal-hal yang menandai kedatangannya (asyrathu al-sa’ah), bukan untuk menjadikan seseorang kontra-produktif dan pasif, alias tidak berbuat apapun kecuali duduk di masjid berdzikir menanti datangnya kematian atau kiamat.
Ihsan Tanjung menyimpulkan, “Para sahabat radhiyallahu ’anhum merupakan orang-orang yang paling hebat dzikrul-mautnya serta paling hebat mempersiapkan diri menghadapi hari kiamat, namun mereka tidak tertandingi dalam hal beribadah, disiplin shalat berjamaah lima waktu di masjid, shalat malam, berdzikir, berinfaq, dan berbuat aneka kebaikan.”
Faris Khoirul Anam