Hati-Hati dengan Hati

Oleh: Faris Khoirul Anam, Lc. , MHI

Setiap manusia memiliki empat komponen, yaitu tubuh, ruh, nafsu atau jiwa, dan akal. Unsur pertama adalah tubuh, terdiri dari tangan, kaki, mata, mulut, perut, kepala, dan seterusnya. Tubuh pemulihan dalam al-Qur’an. Namun kedudukannya tidak sepenting ruh, jiwa, dan akal.

Rasulullah melihat melihat, Allah tidak memandang tubuh atau manusia, namun Allah melihat hati. Setelah menjelaskan demikian, Rasulullah menunjuk dadanya tiga kali dan mengatakan, “Taqwa itu di sini.” (HR.Muslim)

Tubuh inda h dan menarik tak penting, terlebih jika isinya adalah hati yang kotor. Allah berfirman tentang orang munafikin dalam QS. Al-Munafiqun ayat 4 (yang artinya): “ Dan menyetujui kamu melihat mereka, kamu dibuat kagum oleh tubuh-tubuh mereka. Dan jika mereka berkata, kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka seakan-akan kayu tersandar. Mereka diumpamakan seperti kayu tersandar, karena sifat mereka yang tidak bagus, bagaimana sebenarnya mereka yang bagus dan mereka pandai bicara. Hati mereka kosong, tak bisa ditolak kebenaran.

Unsur kedua adalah ruh (nyawa). Tak ada yang tahu hakikat kecuali Allah (QS. Al-Isra: 85). Secara sederhana, ruh itu ibarat kekuatan yang mampu menggerakkan badan, namun kita tak bisa mengaktifkan. Seperti daya listrik yang dapat mengaktifkan lemari es, mikrofon, atau mobil. Tanpa ruh, tubuh akan mati: manusia menjadi mayat, hewan menjadi bangkai.

Unsur ketiga adalah nafsu. Dalam al-Qur’an, Allah membagi nafsu menjadi tiga. Pertama , nafsu muthmainnah , yaitu nafsu yang dibutuhkan pemiliknya untuk selalu membantu kebaikan (QS. Al-Fajr: 27 – 30). Kedua , nafsu khabitsah (buruk), yaitu nafsu yang lebih dianggap buruk. Deskripsinya dapat dilihat pada Surat Yusuf ayat 53. Ketiga , nafsu lawwamah . Nafsu ini mengeluarkan komitmen pemiliknya untuk melakukan kemaksiatan, kemudian mengirimkannya untuk bertaubat kepada Allah.

Unsur Empat manusia adalah akal. “Komposisi” terakhir inilah yang mengendalikan perilaku manusia. Akal memutuskan, memutuskan, atau membatalkan pemiliknya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Akal yang mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang salah dan mana yang benar.

Lalu, di mana tempat akal? Tempatnya adalah hati. Tak ada yang tahu rahasia hati kecuali Allah. Tujuan inilah yang menjadi mukhathab . Dialah yang akan bertanggung jawab dan akan di- hisab . Allah berfirman (yang berarti): “ Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah Meminta untuk menerima agama Islam, lalu ia menerima cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu memenangkan)? Maka kecelakaan besarlah bagi mereka yang telah membatu kegagalan untuk mengingat Allah. Mereka dalam kesesatan yang nyata. “(QS. Al-Zumar: 22).

Dus , kita sampai pada benang merah, bahwa Allah tidak memberikan perintah kepada anggota tubuh kita, seperti tangan, kaki, dan sebagainya. Namun, Allah “berbicara” dengan hati dan akal kita. Anggota tubuh hanya perangkat yang beraktifitas sesuai dengan perintah hati. Seputar dua puluh ayat yang menjelaskan, hatilah sebenarnya yang menjadi mukhathab , dan hatilah yang akan mempertanggungjawabkan semua masalah manusia di akhirat.

Tubuh manusia akan hancur. Ruh juga akan pergi meninggalkannya. Tinggallah hati yang akan mempertanggungjawabkan semuanya di hadapan Allah. Maka sudah sepatutnya manusia mengambil hati-hati pada, dengan menjadikannya sebagai qalbun salim , hati yang bersih dari sifat-sifat buruk kemusyrikan, kemunafikan, iri, dengki, sombong, pamer, pencarian popularitas.

Sebaliknya, qalbun salim akan terhiasi dengan keimanan, ketulusan, kerendahan hati, kepedulian, dan sifat-sifat terpuji lainnya. Berpuasa pun demikian. Orang yang mendapatkan Jaminan ampunan ( maghfirah ) adalah dia yang berpuasa karena iman dan tulus, mengharap ridha Allah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *