Sebagai umat muslim tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah kitab kuning. Kitab kuning merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menyebutkan kitab-kitab klasik ulama terdahulu. Belajar kitab kuning tidak kalah pentingnya dengan mempelajari Al Qur’an atau Al hadist.
Dalam pembelajaran di Pondok Pesantren, terlebih pondok pesantren Nahdlatul Ulama di Indonesia, kitab kuning merupakan elemen yang utama dan paling mendasar. Namun, masih banyak orang yang belum paham pentingnya kitab kuning dalam agama Islam.
Karena kertas yang digunakan untuk kitab-kitab klasik pertama yang ada di Indonesia berwarna kekuning-kuningan maka kitab tersebut dikenal sebagai kitab kuning. Kitab kuning berisi berbagai disiplin ilmu dalam agama Islam, diantaranya syarah atau komentar, hasyiyah yang artinya komentar atas komentar, terjemah, dan juga saduran. Ada juga orang yang menyebut kitab kuning sebagai kitab gundul karena berisi huruf pegon atau tanpa harokat.
Kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama Indonesia sendiri diantaranya saduran, komentar, dan juga terjemah yang ditulis dalam huruf Arab pegon atau gundul tanpa harokat. Dimana buku putih ditulis oleh kaum modernis dan reformis yang sebagian besar menulis tentang tafsir Al Qur’an dan juga hadits. Pembedaan nama ini berguna untuk memudahkan masyarakat, dimana kata kitab lebih identik dengan tulisan Arab dan buku lebih identik dengan penulisan bahasa Indonesia.
Martin Van Bruinessen menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat” bahwa kitab-kitab yang berisi inti ajaran agama Islam ini ditulis antara abad ke 10 M hingga abad ke 15 M. Meski begitu, ada juga beberapa kitab yang ditulis sebelum abad 10 M dan beberapa lainnya ditulis setelah abad ke 15 M.
Setelah akhir abad ke 15 tidak ada lagi perkembangan yang signifikan dalam tradisi penulisan kitab ini. Pada abad pertengahan semua ilmu dianggap sebagai sistem pengetahuan yang terbatas. Hal itu menyebabkan penambahan pada pengetahuan yang telah ada justru dianggap hal yang tidak tepat.
Jika Anda ingin belajar kitab kuning Anda harus memahami bahwa setiap pengetahuan yang tertulis di dalamnya bersifat sudah tetap. Dan meskipun ada banyak karya-karya yang baru, namun kitab tersebut tetap ada dalam batas yang sudah jelas dan tidak bisa lebih dari sekadar ringkasan, penjelasan, dan juga komentar dari hal-hal yang sudah tertulis sebelumnya.
Biasanya penerbitan kitab-kitab klasik seperti ini disertai komentar atau penjelasan yang dicetak pada barisan tepi. Dengan begitu, keduanya bisa dipelajari bersama dan tidak membuat keduanya campur aduk, antara kitab yang dikomentari dengan kitab komentar itu sendiri.
Sebagai contohnya jika Anda belajar kitab kuning Anda akan menemui kitab Taqrib dan komentarnya Fath Al Qarib atau karya Ibn Qasim Al Ghazzi sering kali dicetak dalam satu kitab.
Contoh lain, kitab Mahalli yang merujuk pada kitab yang ditulis oleh Qalyubi dan Umayra dimana di dalamnya terdapat kitab Kanz ar Raghibin karya Jalaludin Muhammad bin Ahmad al Mahalli yang dicetak pada bagian tepi.
Untuk format penulisan biasanya kitab kuning dicetak dalam ukuran kwarto atau 26 cm dan tidak dijilid. Dimana lembaran-lembarannya terpisah di dalam sampul dengan tujuan memudahkan para santri bisa mengambil salah satu lembar yang akan dipelajari. Mencetak kitab ini tetap menggunakan kertas yang berwarna kekuning-kuningan.
Masih banyak yang belum mengerti seberapa pentingnya mempelajari kitab kuning sehingga muncul banyak pertanyaan mengapa harus mempelajari kitab kuning dan apakah Al Qur’an dan hadist saja sudah cukup?
Sebenarnya p yang dimaksud dengan menggunakan kitab kuning adalah mengikuti salah satu madzhab dalam arti taqlid kepada para ulama. Hal ini karema kitab kuning merupakan karya tulis dari para ulama.
Namun, banyak penolakan oleh sebagian kelompok terhadap konsep taqlid sehingga menimbulkan polemik bagi umat Islam, khususnya bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk memahami agama secara langsung dari Al Qur’an dan juga hadist.
Tidak hanya itu, keengganan masyarakat untuk bermadzhab ternyata dapat membangkitkan semangat sebagian umat Islam untuk menggali hukum langsung dari Al Qur’an dan hadist tanpa disertai ilmu yang memadahi. Dan akibatnya bisa Anda rasakan hingga sekarang.
Itulah pembahasan mengenai kitab kuning dan betapa pentingnya belajar kitab kuning untuk umat Islam. Meskipun ada Al Qur’an dan juga hadist namun semua tetap harus Anda imbangi juga dengan mempelajari kitab kuning dalam kehidupan.