Macam-Macam Zakat
Zakat ada dua macam, yaitu zakat harta dan zakat badan. Zakat harta ada enam, yaitu:
-
Zakat hewan ternak (onta, sapi, dan kambing)
-
Zakat emas dan perak,
-
Zakat Perdagangan,
-
Zakat mu’asysyarat (makanan pokok dan buah-buahan),
-
Zakat rikaz (emas dan perak peninggalan masa jahiliyah),
-
Zakat ma’din (barang tambang).
Sementara jenis zakat yang kedua adalah zakat yang terdiri dari zakat fitrah.
Pengertian dan Kewajiban Zakat
Zakat fitrah adalah zakat sebagai pembersih jiwa, diberikan zakat mal sebagai pembersih harta dari hak-hak mustahiq . Zakat fitrah diwajibkan pada tahun kedua hijriyah .
Dasar atas wajibnya zakat fitrah adalah hadits Nabi SAW :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنْ الْمُسْلِمِينَ (رواه مسلم)
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah bulan Ramadhan berupa satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas setiap orang muslim merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan.”
Siapakah yang wajib berzakat?
Zakat Fitrah wajib atas setiap orang Islam yang merdeka, memiliki makanan cukup untuk siang hari raya dan malamnya, baik laki-laki maupun perempuan, baik yang masih kecil (bayi, belum baligh, dan sebagainya) atau yang sudah besar/tua.
Jika seorang suami tidak mampu mengeluarkan zakat fitrah bagi istrinya, maka dia tidak wajib membayarkan zakat istrinya tersebut. Dan sang istri juga tidak wajib membayar zakat untuk dirinya sendiri, namun tetap dianjurkan baginya untuk berzakat.
Jika seorang ayah sudah tidak wajib lagi menafkahi anaknya, misal karena anaknya sudah baligh, maka sang ayah tersebut tidak sah jika mengeluarkan zakat anaknya, kecuali jika sang anak sudah memberi ijin. Adapun anak yang belum baligh, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, demikian juga istri dan seluruh orang yang wajib dinafkahi, tidak disyaratkan untuk minta ijin ketika akan mengeluarkan zakat mereka.
Zakat untuk Diri Sendiri dan Orang Yang Wajib Dinafkahi
Zakat fitrah wajib ditunaikan atas dirinya, juga wajib ditunaikan atas orang-orang yang wajib dinafkahi.
Orang yang wajib dinafkahi adalah:
-
Anak yang belum baligh dan tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya pada siang dan malam hari raya.
-
Anak yang sudah baligh dan tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya pada siang dan malam hari raya dan secara fisik tidak mampu bekerja yang layak, seperti lumpuh, idiot.
-
Orang tua, kakek, nenek dan seterusnya, yang tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya pada siang dan malam hari raya
-
Istri yang sah.
-
Istri yang sudah ditalak raj’i, yakni istri yang pernah dikumpuli dan tertalak satu atau dua yang masih dalam masa ‘iddah.
-
Istri yang ditalak tiga (ba’in) dan dalam keadaan hamil mengandung anak suami.
Keterangan Gus Muhibbul Aman, mengutip Mawhibatu Dzi al-Fadhl juz. 5 hlm.273.
Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah
Zakat fitrah hukumnya wajib. Waktu mengeluarkannya ada 5 (lima) kemungkinan:
-
Waktu wajib: dengan ditemuinya sedikit waktu dari Bulan Ramadlan dan sedikit waktu dari Bulan Syawwal. Artinya, seseorang ada (hidup) dan memenuhi syarat wajib saat matahari terbenam pada malam hari raya.
-
Waktu fadhilah (utama): Pada hari raya, setelah terbit fajar (subuh) dan sebelum shalat ‘Ied dilaksanakan. Dan yang paling utama adalah setelah shalat Subuh.
-
Waktu boleh: yaitu sejak hari pertama bulan Ramadlan.
-
Waktu makruh: dengan mengakhirkan zakat sampai shalat ‘Ied selesai dilaksanakan hingga matahari terbenam. Kecuali untuk suatu kemaslahatan, seperti menunggu kerabat atau orang fakir shalih yang akan dia beri zakat.
-
Waktu haram: dengan mengakhirkan hingga waktu siang pada hari raya itu telah berlalu (hingga terbenam matahari pada tanggal 1 Syawwal), kecuali untuk suatu keperluan, misalnya karena belum menemukan orang yang berhak dizakati (zakat yang dikeluarkan saat itu dianggap qadla, namun dengan tanpa dosa).
Fakir Miskin yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah
Menurut Madzhab Syafi’i, Zakat Fitrah diwajibkan atas mereka yang pada saat siang dan malam hari raya (siang tanggal 1 Syawal dan malam tanggal 2 Syawal), mempunyai kelebihan dari kebutuhan sandang, pangan, dan papan untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, serta mempunyai kelebihan harta dari tanggungan hutang, meskipun belum jatuh tempo (menurut Imam Ibnu Hajar).
Oleh karenanya, sangat dimungkinkan fakir miskin yang berhak menerima zakat karena tergolong mustahiq, pada sisi lain juga wajib menunaikan zakat fitrah disebabkan pada malam tanggal 1 syawal (malam Idul Fitri) memiliki harta yang melebihi untuk kebutuhan sandang pangan dan papan untuk siang dan malam hari raya (siang tanggal 1 syawal dan malam tanggal 2 Syawal) saja.
Keterangan Gus Muhibbul Aman, mengutip I’ânatu al-Thalibin, Juz 2, hal. 172.
Seputar Niat Zakat
Niat zakat hukumnya wajib, guna membedakan antara zakat wajib dengan shadaqah sunnah. Dengan berniat, “saya berniat mengeluarkan zakat fitrah, fardlu, karena Allah SWT”. Waktu berniat adalah ketika si penerima zakat atau seorang wakil menerima zakat tersebut. Boleh juga seseorang menyerahkan urusan niat ini pada orang lain sebagai wakilnya. Sebagaimana diperbolehkan juga mendahulukan niat sebelum zakat dibayarkan pada si penerima atau sebelum diserahkan pada seorang wakil, dengan syarat: harta yang akan dizakatkan sudah ditentukan dan dipisahkan dari hartanya yang lain.
Berapakah yang harus dibayarkan?
Yang harus dibayarkan sebagai zakat fitrah adalah sebanyak satu sho’, atau 4 mud, atau seukuran 2,75 Kg. Sebagian kalangan mengatakan seukuran 3 Kg. Pendapat ini hendaknya yang dipakai untuk lebih berhati-hati (yaitu mengeluarkan zakat sebanyak 3 Kg).
Dalam Buku Zakat Karya KH Muhibbul Aman, dijelaskan sebagai berikut:
-
Kadar zakat fitrah yang harus ditunaikan adalah satu shâ’ dari makanan pokok (beras putih) atau setara dengan 2,720 Kg beras putih (Hasil konversi KH. Muhammad Ma’shum bin Ali).
-
Menurut hasil konversi lain yang disebutkan dalam kitab Mukhtashar Tasyyîd al-Bunyân, satu shâ’ setara dengan 2,5 kg.
-
Untuk lebih hati-hati demi menjaga keabsahan zakat fitrah, sebaiknya kadar zakat fitrah yang dikeluarkan digenapkan menjadi 3 Kg beras putih.
Mukhtashar Tasyyîd al-Bunyân, hlm. 205.
Delapan Kategori Orang yang Berhak Menerima Zakat
-
Orang fakir.
Yaitu orang yang tidak mempunyai harta dan pekerjaan sama sekali. Atau, punya pekerjaan dan harta tapi jauh dari standar yang dibutuhkan, baik untuk mendapatkan makanan, baju, dan tempat tinggal. Dengan mempunyai penghasilan kurang dari separuh harta yang dia butuhkan.
-
Orang miskin.
Yaitu orang yang punya harta dan pekerjaan namun kurang begitu mencukupi. Dengan mempunyai penghasilan lebih dari separuh harta yang dia butuhkan.
-
‘Amil.
Yaitu orang yang ditunjuk oleh pemerintah untuk memungut zakat dan menyerahkannya pada orang yang berhak menerima. ‘Amil berhak menerima zakat meskipun dia tergolong orang kaya. Hal ini jika pemerintah tidak menggajinya. Jika digaji, maka ‘amil tidak berhak menerima zakat.
-
Orang yang hatinya masih “lemah”.
Yaitu orang yang masuk Islam dan hatinya masih lemah karena baru memeluk Islam.
-
Budak mukatab.
Yaitu budak yang sedang membayar cicilan pada tuannya untuk memerdekakan dirinya.
-
Orang yang mempunyai hutang.
Dengan syarat dia berhutang tidak untuk keperluan maksiat. Termasuk ghorim adalah:
-
Orang yang berhutang untuk mencegah permusuhan antara dua belah pihak, meski dia termasuk orang yang kaya.
-
Orang yang berhutang untuk keperluan pembangunan masjid atau yang lainnya demi kemaslahatan umum, walaupun orang tersebut tergolong orang kaya.
-
Orang yang berhutang untuk keperluan dirinya atau untuk keluarganya.
-
Orang yang menanggung seseorang, dia berhak menerima zakat jika dia tidak mampu membayar hutang dan hutang yang harus dibayarnya sudah jatuh tempo, dan orang yang ditanggungnya dalam keadaan tidak mampu juga.
-
Orang yang berperang.
Yaitu sukarelawan perang yang tidak mengambil gaji.
-
Ibnussabil.
Yaitu orang yang berada dalam perjalanan atau orang yang hendak pulang ke daerahnya dan tidak mempunyai beaya untuk sampai ke tujuan, meski sebenarnya dia mempunyai harta di daerah asalnya tersebut.
Hukum Memindah Zakat
Tidak boleh memindah zakat dari daerah pembayar zakat ke daerah lain menurut pendapat terkuat dalam madzhab Syafi’i. Namun menurut Imam Ibnu Ujail, ada 3 hal yang difatwakan dalam madzhab Syafi’i, meski ketiganya bukan pendapat yang terkuat, yaitu:
-
Boleh menyerahkan zakat untuk satu golongan saja dari 8 golongan (yang tersebut di atas).
-
Boleh seseorang membayar zakat kepada satu orang saja dari salah satu golongan delapan.
-
Boleh memindahkan zakat dari tempatnya ke tempat lain, dengan diserahkan kepada orang-orang yang berhak di daerah lain.
Syarat-syarat penerima zakat yang harus terpenuhi oleh 8 orang tersebut di atas:
-
Islam, dengan demikian orang kafir tidak boleh menerima zakat, kecuali dia seorang ‘amil.
-
Bukan orang kaya, kecuali dalam beberapa hal yang telah dijelaskan di atas.
-
Bukan orang yang telah dicukupi nafkahnya oleh orang yang wajib menafkahinya, seperti istri yang telah tercukupi oleh nafkah pemberian suaminya, atau seseorang yang telah tercukupi oleh nafkah pemberian kerabatnya.
-
Bukan keturunan Bani Hasyim (anak cucu Sayyidina Abbas, Imam Ali, Aqil, Ja’far, dan Harits bin Abdul Mutthalib), dan bukan keturunan Mutthalib. Ini merupakan pendapat terkuat. Sebagian ulama memperbolehkan mereka menerima zakat jika mereka tidak menerima jatah khusus dari pemerintah Islam.
-
Bukan orang yang mahjur ‘alaih (dihukum tidak boleh memegang uang karena bangkrut atau tidak bisa membelanjakan uang dengan baik, karena gila, idiot, atau terlalu menghambur-hamburkan uangnya).
Masalah Penting Seputar Zakat Fitrah
-
Tidak sah memberikan zakat fitrah kepada masjid, madrasah, pondok pesantren atau yayasan.
-
Panitia zakat fitrah yang dibentuk oleh masjid, pondok, yayasan, sekolah bukan tergolong amil zakat sebagaimana yang dimaskud dalam golongan amil zakat. Oleh karenanya, tidak boleh mengambil bagian dari zakat yang terkumpul.
-
Panitia zakat fitrah (bukan amil zakat) yang dibentuk oleh masjid, sekolah, yayasan statusnya adalah sebagai wakil dari orang yang menunaikan zakat (muzakki). Oleh karenanya tidak boleh mengambil sedikitpun dari zakat yang terkumpul. Zakat yang terkumpul, seluruhnya harus dibagikan kepada mustahiq zakat.
-
Menyerahkan zakat fitrah kepada anak yang belum baligh belum mencukupi selama belum diterima oleh walinya, sebab anak kecil tidak sah dalam serah terima zakat (qabdl).
-
Panitia zakat dalam distribusi zakat fitrah yang terkumpul harus memeperhatikan cara distribusi zakat agar tidak sampai zakat yang terkumpul disalurkan kepada pemberi zakat agar dibagikan kepada pemiliknya. Oleh karena itu, perlunya panitia zakat untuk memberikan tanda khusus untuk setiap zakat yang diterima agar dapat diketahui dari siapa saja, zakat ini perlu dilakukan zakat untuk pemiliknya , atau zakat fitrah disalurkan ke masyarakat di tempat lain sekira tidak dapat dikunjungi pemiliknya.
Keterangan Gus Muhibbul Aman